CINCIN IBU (serial numero uno)

PERMINTAAN RIZAL : UNTUK MENERBITKAN KELANJUTAN SERIAL NUMERO UNO

Pelajaran bu Corel memang mengasyikkan. Beliau sabar dalam mengajar, lembut, dan sangat cantik. Rambutnya disanggul cepol, kacamatanya oval berbingkai emas, tubuhnya ramping, dan matanya selalu berbinar. “Selamat pagi anak-anak!” sapanya pagi itu.

“Pagi bu…!” jawab murid-murid serempak
“Hari ini ibu akan mengajarkan menggambar dengan cat. Lihat! Ibu akan mencampur warna!”
“merah, kuning dan biru disebut warna primer”
“merah dan kuning dicampur menjadi…..”
“jingga!” seru Biner semangat
“Betul sekali! Kau memang anak pintar Biner!”
“kalau biru dan merah menghasilkan warna apa Deci?”
“ Pink!” jawabnya tanpa ragu
“wah, semangat sekali! Tapi masih salah, yang betul apa ya…”
“Ungu” Biner menjawab segera

Deci cemberut, dia menggeleng kepala, rambut kuncir duanya bergoyang-goyang hebat, ia marah luar biasa. Sudah berkali-kali Deci mencoba mengalahkan Biner dalam berbagai mata pelajaran, tapi, tak pernah berhasil. Dan saat pelajaran menggambar Deci sengaja menumpahkan kaleng catnya diatas kanvas Biner. Dengan segera Biner menyedot catnya dengan alat canggih, bentuknya seperti penghapus, namun dapat menyedot tinta hingga bersih, seperti penyedot debu yang melahap habis kotoran di sofa.
“hadiah dari paman Nathael” bisiknya pada Uno. Rupanya Biner tahu Uno terheran-heran melihat benda itu.

“Keren!” seru Okta kegirangan. Ia lalu menyerobot penghapus super itu, lalu menghisap seluruh tinta cat di kanvasnya. “Hebat, great!” serunya berkali-kali, kakinya segera berlari kesana kemari sambil mengacungkan penghapusnya ke seluruh lukisan yang dipasang di dinding. Gerakannya cukup menghebohkan, tapi harus diakui larinya cukup lambat karena berat badannya yang super besar. “Cukup Okta!” bu Corel berteriak, seraya menekan tombol “UNDO” dan ajaib!, lukisannya kembali!
“duduk Okta, Penghapus super tidak boleh digunakan sembarangan!, Biner, seharusnya kau simpan baik-baik hadiah pemberian pamanmu itu” Bu Corel menasihati Biner. Matanya kelihatan shock, namun bibirnya masih menyimpan senyum.
Biner mengangguk lemah. Deci terkikik senang. Hari ini lukisan Biner mendapat nilai B, tidak biasanya. Biner selalu mendapat nilai baik dalam pelajaran menggambar. Lukisan biner hari ini adalah lukisan rumahnya sendiri, dengan matahari separo di pojok kiri atas, dan pohon palem besar yang hamper menimpa atapnya. Juga “Joe Black” kucing kesayangannya yang sedang bermalasan di depan pintu, dan sebuah pohon bunga mawar di sepanjang pagarnya. Uno pikir, ini lukisan indah, tapi….., Bu Corel hari ini kurang menyukai lukisannya.

Biner keluar kelas tergesa. Uno mengikutinya dari belakang. “Ada apa Bin?” Tanya Uno, Biner tak menjawab.“Aku tahu tak biasanya bu Corel memberimu nilai jelek, tapi nilai B sudah cukup baik, dan kupikir lukisanmu tadi hebat sekali, seekor kucing nakal sedang bermalasan di depan rumah, lucunya, dan pohonnya sangat bagus, juga mawarnya…” Uno ngoceh sendirian, Biner bahkan sudah berbelok melawati koridor lain. Uno lalau menyusulnya dengan berlari. “Biner! Ada apaan sih!” Uno kesal. “Dia…! Dia menantangku untuk membawa cincin ultra!” serunya sambil menunjukkan surat tantangan dari Deci. Surat tantangan itu ditulis lewat sebuah e-mail yang masuk ke notebook sekecil bedak padat two way cake bunda. “apa itu cincin ultra?” Tanya Uno.
“Itu cincin ibuku, di dunia compi ini hanya ada 2 pemilik cincin ultra, ibuku dan ibu Deci. Cincin itu merupakan hadiah dari Prof. Yonah untuk kedua muridnya yang cerdas. cincin itu punya kehebatan, siapapun yang memakainya akan memiliki kekuatan ultra. Kau ingat mengapa Petra bisa bertahan selama 2 jam dari virus XV? Itu karena cincin ultra ibuku. Sekarang, Deci sedang menahan Bruno, anjing kesayanganku, dia akan memberikan anjing ku bila aku mau meminjamkan cincin ultra itu padanya.”
Biner menjelaskan
“Mengapa tidak memakai cincin ibunya saja?”
“cincin ultra hanya mau bereaksi pada orang yang mereka inginkan saja. Terutama sang pemilik dan orang yang lembut hatinya, tidak serakah, dan tidak sombong. Dan ia menginginkan sesuatu dari ku, lewat cincin ultra ibuku”
Biner terjebak dalam situasi sulit. Dia benar-benar menginginkan anjingnya kembali, tapi dia juga tak ingin mengambil cicin ultra ibunya. Apapun keputusannya, biner menginginkan keputusan yang benar. Biner mengendap-endap memasuki kamar ibunya. Baginya, keselamatan Bruno yang utama. Dia sangat menyayangi Bruno, dan cincin hanyalah sebuah cincin. Ibunya tak kan celaka tanpa sebuah cincin, pikirnya. Cincin itu diletakkan di pojok ruangan. Dibungkus sebuah kotak transparan dari material kaca. Dijaga oleh satu sistem komputer sebagai pengamannya. ****** sandi-lewat (password) sistem komputer penjaga cincin ultra panjangnya enam karakter. Tiap karakter boleh berupa huruf atau angka, huruf besar dan huruf kecil tidak dibedakan. Maka banyak sandi-lewat yang dapat dibuat (36)(36)(36)(36)(36)(36) = 366 = 2.176.782.336! wow ! pusing juga biner memikirkan kemungkinan sandi yang dipakai ibunya. Tak ada clue apapun untuk mengulik sandi ini. Benar-benar pusing! Jika satu prosessor memerlukan 5 detik untuk memproses 100 kemungkinan sandi, maka dibutuhkan berapa tahun untuk menemukan kata kuncinya? Tak mungkin mencoba-coba tiap karakter untuk membobol password ini. Pasti ada cara lain. Pikirnya. Biner lalu mendapat akal. Ia menekan tombol “lupa password”, dan sistem memberikan beberapa pertanyaan :
“Dimana tempat favorit kamu?” Biner mencoba menebak-nebak tempat favorit ibu. Selama ini ada 2 tempat favorit ibu, di dapur dan di North Bridge. North Bridge punya pemandangan indah. Dari atas kita bisa melihat sungai yang mengalir di bawahnya. Melihat perahu kecil berlalu lalang, dan menikmati indahnya matahari tenggelam di ufuk barat. Biner berpikir sejenak, tak mungkin ibu menulis dapur, sebab ibu selalu mengingat north bridge sebagai tempat romantis saat ayah melamarnya, lalu mengetik : NORTH BRIDGE, Jawaban diterima, lampu indicator kuning menyala.

Pertanyaan kedua, “Apa warna favoritmu?” Biner memutar otak lagi. Ibu tak pernah bercerita tentang warna kesukaannya. Tapi, Biner tahu, setiap membelikan baju untuknya, ibu selalu memilih warna pink, meski Biner tak begitu menyukainya. Ibu memang suka warna pink, dan dia tak bisa lagi memakai warna itu karena sudah menganggap dirinya tua, ibu sadar akan dijadikan bahan olokan jika masih memakai warna pink, warna anak-anak. Biner menjawab : PINK, Jawaban kedua diterima, lampu indicator berwarna biru menyala. Biner terkikik riang. Kurang satu lampu indicator lagi.

Pertanyaan ketiga bukan pertanyaan menurutnya. Ini adalah resep masakan! Tapi kenapa bisa ada disini? Mengapa muncul resep masakan?

1 lt santan
3 pt ayam kampung
3 sdt terigu
2 pt tahu
1 sdm nanas
1 sdt garam
3 sdm kapri
Semua bahan dicampur jadi satu, namun, perlu dipilah, atau masakan menjadi tidak enak.

“Hmmm, apa ini?” Biner bergumam. “masakan apa ini? Bukan…, ini bukan masakan. Resep ini seolah-olah menunjukkan sesuatu. Owww! Ini steganografi, sebuah pesan rahasia!” bisik Biner. Prof. Rahard pernah mengajarkan ini sebelumnya. Teknik steganografi sudah digunakan sejak jaman perang Yunani dan Persia. Mereka menyembunyikan pesan yang ditulis di mebel, kemudian melapisinya dengan lilin, setelah sampai pada orang yang dituju, pesan tersebut dihapus dengan mengerok lapisan lilinnya. Steganografi membuat pesan rahasia seolah-olah tidak tampak, sama persis seperti pesan Dan Brown di sampul bukunya, Da Vinci Code. Biner mencoba memecahkan pesan rahasia dalam resep ini. ......(DIEDIT SOALNYA BUAT TUGAS) wow! Keren! Biner mengetikkan kalimat itu. Dan lampu indicator hijau menyala. Kaca yang melingkupi cincin ultra terbuka perlahan-lahan. Tak sia-sia aku selalu hadir dalam kelas Prof. Rahard, gumam Biner senang. Bocah kecil itu mengambil cincin dengan tangan gemetaran, dan segera berlari menuju rumah Deci.

“Berikan cincin itu padaku” Deci berteriak. Biner menukar cincin dengan Bruno. Deci terkekeh riang. “Cincin ultra, aku ingin diriku menjadi orang paling pintar di kelas, aku ingin menjadi yang tercantik di dunia compi ini!” Deci menyebutkan keinginannya. Cincin ultra terdiam. Dia tak bereaksi. “Biner! Mengapa cincin ini tak bereaksi!” Deci melengking tajam. “Aku sudah bilang, cincin ultra hanya mau beraksi pada orang yang berjiwa bersih, hatinya tidak jahat” Biner membalas ringan. “Kalau begitu, katakan padanya agar aku jadi yang paling pandai di kelas! Cepat!” Deci melempar cincin kearah Biner. Bruno menggonggong keras. “Aku tak bisa!” jawab Biner. “Jangan bodoh! Atau aku akan mencelakakanmu!” Deci mengancam. Biner tak kuasa lagi. Dia lalu membuat permintaan pada cincin ultra. Cincin ultra tak bereaksi. “Biner! Cepat! Atau………” Deci menjambak rambut pirang Biner, lalu meninjunya. Bruno menyalak lagi. Biner tak tahu apa-apa lagi. Begitu membuka mata, Biner telah ada di rumah. Ibu, ayah, Petra, Uno, Prof. Yonah, dan ibu Deci mengelilingi ranjangnya.
“Ada apa ini, ibu?” Tanya Biner lemah. Ibu lalu memeluk anaknya.
“Jangan kau ulangi lagi Biner, apa yang kau lakukan sungguh tindakan bodoh.” Petra menasihati.
“Maafkan aku ibu…., aku sayang ibu” Biner menangis tersedu.
“Cincin ultra hanya mau bereaksi pada orang yang bersih hatinya, jiwanya, dan pemiliknya sendiri" Prof. Yonah menjelaskan. "Aku berikan cincin itu pada dua orang murid kesayanganku. Aku ingin melindungi generasi kita. Aku sudah tua, kelak harus ada yang meneruskan aku di cipu school untuk mengajar matematika. Ibumu, dan ibu Deci, keduanya yang nanti akan meneruskan sekolah itu, aku ingin keduanya berkolaborasi, menjadi dua buah processor yang handal, saling bekerja sama, dua processor bagaimanapun, lebih baik dari satu. Kelak, mereka akan aku namai CORE DUO". Prof. Yonah berkata bijaksana, jenggotnya yang putih dielusnya, kacamatanya naik turun diatas hidung peseknya.
Uno bergantian memeluk Biner. “Aku datang tadi saat sistem mengirimkan sinyal sos kepadaku. Kau hanya pingsan sebentar. Tadi sempat hang, lalu setelah di restart, kau sudah kembali normal.” Uno berbisik pada Biner.
“maafkan Deci, Biner…., kalian tak seharusnya bermusuhan, aku dan ibumu bersahabat, kalian bisa jadi seperti kami…” Ibu Deci meminta maaf.
Biner tersenyum lega. Bruno menyalak disamping ranjangnya. Semua tersenyum, Petra dan Uno saling memandang, lalu dengan cepat mereka membuang muka. Salah tingkah, mati gaya, orang bilang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

2 Response to "CINCIN IBU (serial numero uno)"

  1. Anonim Says:
    14 Juli 2009 pukul 09.59

    blog yang menarik, kenapa tidak di SEO mbak biar trafficnya rame?

  2. tenia says:
    22 Juli 2009 pukul 19.20

    terima kasih anonim.............

    saya coba gunakan SEO, thanks