NUMERO UNO

Uno sedang mengutak-atik komputernya. Dia sedang mencoba membuat game tic tac toe. Itu loh, game 3 jadi! Ada sebuah papan dengan 9 kotak kecil di dalamnya, masing-masing kotak diisi dengan batu atau pin. Yang duluan bisa membuat batu itu menjadi 3 horizontal, 3 vertikal atau 3 diagonal, dia yang menang! Peserta dalam permainan ini 2 orang, tapi Uno menginginkan lawannya adalah komputer. Tapi komputernya lagi gak bisa diajak kompromi. Leled banget. Uno jadi kesel minta ampun. Dibantingnya tetikus di tangan kanannya, dipencetnya tombol keyboard sekuat tenaga, di gebuk, ditendang, dicubit, eh…. Gak bisa ding…, pokoknya segala cara udah dicoba, tapi gagal. Lelah berusaha Uno merebahkan tubuh mungilnya di kursi. Tiba-tiba muncul sebuah pesan di layar monitornya.

Silakan tekan kombinasi tombol ini : f3+ctrl+5

Tanpa pikir panjang lagi, dicobanya kombinasi tombol ini, dan….. aneh! Sungguh aneh! Seluruh tubuhnya jadi bercahaya, lalu tubuhnya seakan ringan sekali. Seolah ada kekuatan magnet yang maha dahsyat menariknya masuk ke komputernya. Seketika dia berada di tempat yang sangat asing. Jalanan macet dan hiruk pikuk orang panik di sepanjang trotoar. Hampir semua memakai masker. Jalanan ini sungguh asing. Tidak satupun ada tanaman hijau disana, yang terlihat hanya jalur-jalur kendaraan yang berjajar rapi, dan kendaraan yang berlalu lalang serta gedung bertingkat pencakar langit.

“cepat naik!” seru seorang gadis kecil sebaya Uno, sambil menarik lengannya. Dia menyuruh Uno naik ke data bus jurusan cipu school. “Kita akan kemana?” Tanya Uno setelah mereka menemukan tempat duduk. “Kau ini bagaimana sih? Ini bus jurusan cipu school, kita tentunya akan menemui professor yonah. Ini hari pertama sekolah setelah libur musim panas selama 2 hari. Mana ranselmu? Kau bawa buku dan alat tulis kan? Jangan buat prof. yonah marah karena kau tak membawa peralatan sekolah!” Gadis itu terus menyerocos sambil membuka maskernya.

“aku sama sekali tak tahu apa yang kau bicarakan” jawab Uno kebingungan.

“Ya Tuhan! Kau ini siapa sih? Kenapa kau bisa ada disini? Kenapa tadi kau berdiri di depan halte data bus?” Tanya gadis mungil itu judes, sambil membelalakkan mata.

“aku sendiri tak tahu, kenapa aku bisa disini, bisa kau jelaskan tempat apa ini? Tentunya kalau kau tak keberatan” Uno sedikit bergidik di gertak gadis manis itu.

“ Kau sedang berada di wilayah compi, wilayah system computer milik Uno. Sekarang kita sedang menuju sekolah. Nanti kita akan diajar oleh seorang professor bernama yonah. Beliau sudah tua, umurnya kira-kira 5 tahun. Beliau sangat pintar berhitung, semua orang di sini belajar matematika dan logika padanya, termasuk ayah, ibu dan kakakku.”

“kau bilang prof. yonah berumur 5 tahun?” tanyaku heran

“ Untuk sebuah processor, usia 5 tahun sudah cukup tua, mungkin di duniamu sejajar dengan umur 50 tahun, Prof. yonah sangat menghargai waktu, dia bisa dibilang sangat tepat waktu. Muridnya banyak, sehingga dia harus membuat jadwal khusus untuk mengajar. Management cipu yang mengatur semua jadwalnya. Lihat! jam system computer sudah menunjukkan pukul 15.25, 5 milisecond lagi kita sudah sampai. Cepat turun atau kita akan terlambat.”

Gadis mungil berambut pirang yang kelihatan cerdas itu menutup hidungnya dengan masker lagi. Uno mengamatinya sekilas. Lalu pandangannya tertuju pada dinding bus yang menampilkan rute yang telah dilewati. Memory street, Register street, Chache street. Lampu indicator menyala pada tulisan “Cipu school”. Semua penumpang turun, dikawal oleh seorang polisi yang dari tadi menjaga pintu bus. Siswa-siswa cipu school segera berhamburan masuk kelas masing-masing.

“Selamat sore anak-anak!” Prof. yonah menyapa siswa-siswa di depannya. Kacamatanya bulat memenuhi bola matanya yang sipit. Rambutnya sudah beruban di sana-sini, kulit pipinya sudah mulai mengendur, tapi suaranya lantang bersemangat. “Hari ini kita akan membahas tentang perpangkatan sebuah bilangan…” katanya tegas namun ceria. “pangkat dua sebuah bilangan dihasilkan dari perkalian kedua bilangan tersebut. Contohnya 2 pangkat 2 sama dengan 2 dikali 2 sama dengan 4, begitu juga dengan 3 pangkat 2 berarti 3 dikali 3 sama dengan 9!” prof yonah mencoretkan bilangan-bilangan tersebut ke papan tulis. Pelajaran usai 20 milisecond kemudian. Siswa-siswa keluar ruangan, digantikan dengan siswa-siswa lain yang telah menunggu giliran sesuai jadwal masing-masing. Uno menghambur mencari-cari gadis pirang yang tadi ditemuinya di jalan. “Hai! Aku ikut denganmu!” seru Uno sambil melambaikan tangan. “Cepat! Busnya akan berangkat!” Uno setengah berlari menuju bus sekolah itu. Seorang polisi yang sedang menjaga pintu melotot galak. ”cepat!” ucapnya dengan nada membentak.

“Kenapa sih, kalian ini begitu tergesa-gesa? Di duniaku, sekolah itu dari pagi sampai siang, kok tadi cuma sebentar?” Tanya Uno penasaran. “Kami sekolah cukup sehari satu kali, dengan mata pelajaran yang berbeda. Di duniaku semua waktu sangatlah singkat, semua dalam hitungan millisecond. Management cipu yang mengatur semuanya. Besok pelajaran menggambar, aku paling suka pelajaran ini, nilaiku lumayan. Yang mengajar seorang guru yang cantik dan baik hati, namanya bu Corel. Pokoknya belajar menggambar jadi menyenangkan deh!” serunya bersemangat. “kita akan kemana?” Tanya Uno lagi.

“Ke perumahan harddi regency. Ke rumahku. Sudah saatnya pulang, ibuku pasti cemas menungguku.”

“apa yang terjadi?” Uno terus bertanya

“Ini awal masuk sekolah yang berat, sudah 3 hari ini kami diserang virus aneh. Virus ini tak terdeteksi oleh anti virus yang ada pada system. Kemungkinan anti virusnya tak ter-update. Dari “daily compi” disebutkan bahwa virus ini sangat berbahaya, siapa saja yang terkena virus ini akan musnah dalam hitungan detik. Virus itu bisa menggandakan diri dengan cepat, mereka tak hanya menyerang data, tapi juga menyerang system. Jika sampai Harddi regency di format, sepertinya kami akan kehilangan banyak data penting, termasuk mungkin aku, kakakku, atau ayah ibuku. Sepertinya pak walikota sudah berusaha mati-matian melindungi warganya, tapi tetap saja ada yang mati. 5 data telah terinfeksi dan lumpuh, tak berfungsi lagi. Itulah sebabnya jika keluar ruangan kami memakai masker, supaya virusnya tidak menyebar dari satu data ke data lain. Kau juga lihat kan tadi di dalam bus ada seorang polisi? Selama ada dia kita berada dalam wilayah security yang aman. Makanya di setiap sudut kota di jaga oleh polisi. Usahakan jangan sampai jauh-jauh darinya.”

Uno berjengit, kalo’ polisinya galak kayak tadi sih, mending aku jauh-jauh deh! Bisiknya dalam hati. Tapi, eiiit! Tunggu dulu ! anti virus tak ter-update? Oh ya…., itu karena sudah 1 bulan koneksi internetnya dicabut. Ayah sudah gak bisa bayar internet karena job lagi sepi. “Ngomong-ngomong kita belum kenalan…, namaku Uno” Uno menjabat tangan gadis kecil itu. “Uno? Ya Tuhan! Aku bertemu dengan pemilik dunia yang kutinggali! Kenalkan! Aku Biner!” jawabnya riang, seolah bersyukur karena telah diberi chocho cookies sekarung gandum.

Biner dan Uno diantar sampai ke alamat Harddi regency no. 0000FF. Penomoran rumah yang cukup aneh. Rumah Biner cukup sempit menurut Uno. Rumah dengan desain elektrik minimalis. Ada 3 kamar berukuran sedang. Banyak peralatan elektornik didalamnya. Ada mesin pencuci piring, kulkas, tv flat, compo, bahkan oven toaster untuk membuat roti panggang, semua dalam ukuran mini. Semua bahkan bisa dikecilkan hingga seukuran tangan Uno. “Cepat masuk nak, jangan berdiri di depan pintu!” Ibu Biner menggiring kami ke ruang tamu, lalu cepat-cepat menutup pintu. Seolah ada seorang alien sedang menunggu di depannya. “Kau tidak apa-apa nak?” tanyanya cemas pada Biner. “TIdak bu” jawab Biner. “kakakmu belum pulang, ibu sungguh mencemaskannya” ibu Biner yang wajahnya seperti domba yang akan disembelih. Air mukanya menunjukkan kecemasan yang amat sangat. “Cuaca sedang buruk, jika virus menyebar pada anakku,… oh tidak!” Gumamnya. “aku tak akan memafkan diriku karena membiarkan anak-anak ku keluar rumah saat cuaca tak bersahabat.”

“Sudahlah bu, jika ada apa-apa dengannya, pasti pihak sekolah atau polisi akan memberi tahu kita” jawab Biner menenangkan. Rupanya virus aneh yang disebutkan Biner memang benar-benar berbahaya. Mungkin seperti virus flu burung di dunia kita. “Ooooh…., ibu sampai tak memperhatikan, ada teman baru ya Biner?” Tanya ibu pada Biner. “Uno bu! Perkenalkan!” Ibu Biner terlonjak kaget. “Iya, pemilik system komputer, tempat tinggal kita”, Biner menjawab kekagetan Ibunya. Raut mukanya berubah girang, seolah dia baru mendapat lotere, tapi ditahan demi Petra, anak sulungnya yang belum kembali. Meskipun begitu, dia tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Uno menjabat tangan ibu Biner. “Ayo makan dulu!” Ibu biner namanya bu Yetta, beliau seorang ibu rumah tangga yang baik. Selain wajahnya yang cukup manis, menurut Uno, dia termasuk orang yang jangkung. Dia berdandan sederhana dan menyisir rambut keriting agak gimbal (seperti bulu domba) pirangnya seadanya, bau tubuhnya harum, dan dia orang yang hangat. Bu Yetta memberinya sepotong roti pie apel, serta jus jeruk kesukaan Uno. “makanlah, pasti kalian sudah sangat lapar” ucapnya sambil menuangkan jus jeruk ke gelas Biner.

“Ayahmu kerja dimana?” Tanya Uno pada Biner. “Di kantor imigrasi pusat, beliau mengurusi data-data yang akan imigrasi dari tempat tinggal sementara (Memory regency) ke Harddi regency atau ke Disk Regency”. “Hari ini semua seolah berjalan lamban. Kami harus selalu waspada terhadap virus yang meneror kami.” “bagaimana dengan ayah dan ibumu?” Biner ganti bertanya. “Ibuku seorang penulis, dan ayahku seorang programmer, beliau mengerjakan beberapa program penting pesanan orang, kadang beliau juga membuat web. Akhir-akhir ini beliau sepi order, hingga beliau harus berhenti langganan internet. Maafkan kami, sampai anti virus tak bisa mendeteksi virusnya. Itu disebabkan anti virusku tak terupdate” jawab Uno menyesal.

“Kurasa aku harus pulang Biner, aku harus menyelamatkan dunia compi ini, aku butuh kalian…”ucap Uno pelan. “Baiklah, kau harus minta kombinasi kunci lagi agar bisa keluar dari dunia ini. Password untuk memasuki dunia compi setiap hari berubah, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Lalu apa kombinasi kuncinya?” Tanya Uno. “sebentar…” jawab Biner. Dia mengeluarkan sebuah alat kecil, mirip bedak padat two way cake punya bunda. Setelah dibuka, waw! Ternyata sebuah notebook canggih! Biner menyentuh layarnya beberapa kali, dan muncul kombinasi kunci untuk keluar dari dunia compi. “2 3 U N W” sebutnya perlahan, “hafalkan Uno, jika bertemu penjaga, kau harus sebutkan password ini” lanjut Biner. Uno segera bergegas ke arah pintu. “Terima kasih biner! Sampai ketemu lagi!” ucap Uno berpamitan. Tangannya meraih gagang pintu, dan….. bruk! Uno bertabrakan dengan seorang cowok yang ada di depan pintu. Sekilas Uno menatapnya…, tapi… cowok itu segera menghambur ke dalam rumah. Dia mencopot maskernya dan rebahan di sofa. Wow! Keren juga cowok ini! Bisik Uno dalam hati. “Petra! Ya Ampun! Apa yang terjadi? Kau kena virus? Ya Ampun, “ Bu Yetta panik sambil meneliti setiap bagian tubuh Petra. Biner mengerling pada Uno supaya cepat pergi.

Uno segera berlari, ia tak ingin semua data jadi mati. Ia harus menyelamatkannya dari virus mematikan itu! Ayo Uno, kau harus jadi nomor satu, NUMERO UNO! Uno menyemangati diri sendiri.

Di depan gerbang Harddi regency, seorang polisi menanyakan password, Uno menyebutkan kombinasi kuncinya, dan seperti pada saat dia masuk ke system, tubuhnya lemas, dan terasa ringan, seketika jiwa raganya telah berada dalam kamarnya. Ia mencari cara agar bisa membayar iuran ke isp. Di bukanya celengan ayam-ayamannya. Dihitung dengan seksama tiap keping uang yang jatuh ke lantai. Tapi, sayang, masih kurang dua puluh ribu lagi. Uno lalu berpikir keras. Bagaimana caranya mendapatkan uang secepat itu. Ia lalu teringat pak Kuncung, penjual nasi goreng di depan gang rumahnya. Pak kuncung orang yang baik hati dan suka menolong. Uno memintanya untuk bekerja sehari sebagai tukang cuci piring. Pak Kuncung menerimanya dengan senang hati. Uno pun diberi imbalan yang pantas. Segera setelah mendapat imbalan, Uno menyetor uangnya ke kantor isp. Lalu koneksi internetnya berjalan kembali. Segera Uno mengupdate anti virus terbaru. Dan langsung mendeteksi virus-virus yang berkeliaran meneror dunia compi. Sekilas nampak wajah Petra menghiasi layar monitornya. Wajahnya pucat namun tersenyum. Tapi, ah…., apa mungkin dia juga terkena virus? Apakah dia baik-baik saja? Kenapa Uno jadi memikirkan dia ya? Yang jelas, virus telah terhapus, dan dunia compi aman, komputernya udah gak leled lagi.

By : Tenia

fiksi ilmiah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

3 Response to "NUMERO UNO"

  1. Bagus says:
    21 Juni 2009 pukul 08.52

    cerpen yang bagus bu :)

    btw ibu tinggal di ledug kan? ada sedikit informasi nih bu, saya dari resimencell berniat membuka HOTSPOT AREA dengan nama RESIMENHOTSPOT lokasi servernya di jalan resimen, cukup dekat dengan rumah ibu, mulai beroperasi awal juli, jika ibu berminat silahkan datang ke RESIMENCELL, cari aja BAGUS, lumayan loh cuman 100 ribu bisa onlen 24 jam

    salam

    bagus

  2. tenia says:
    24 Juni 2009 pukul 00.11

    buat bagus..., sory baru bales
    saya sudah lama gak nge blog
    thanks infonya....

  3. Anonim Says:
    24 Juni 2009 pukul 00.27

    mana kelanjutannya bu? saya mau yang NUMERO DUO..